Sabtu, 19 Oktober 2013

// // Leave a Comment

DIA | Photogenic

      
Title         : DIA
Sub Title : Photogenic
Author     : Abimanyu Surya Nagara
Genre      : Romance
Cast         : No cast


                Sinar matahari hari ini sangat terik membakar kulit terasa sampai ubun-ubun, seolah ingin membakar dunia yang penuh kekotoran tangan manusia. Angin semilir berhasil membuatku terkantuk, sesekali bertiup sangat kencang hingga menggerakkan beberapa dahan pohon palam yang berdiri berjajar di pinggir trotoar yang sedang dalam masa meranggasnya. Sebuah tempat kuliner yang cukup luas dengan tempat duduk di tepi jalan dekat sungai memang menjadi favoritku untuk saat ini. Di siang hari tempat ini sedikit sepi, sehingga dapat dengan mudah aku menemukan ketenangan di sini. Mencari makanan dan minuman pun tak sulit, semua hampir tersedia di sini. Beberapa pengunjung juga kerap terlihat berlalu di depanku, dimulai dari anak-anak, remaja seusiaku bahkan orang yang sudah lanjut usia. Bincang-bincang para pengunjung kerap terbesit di telinga sedikit mengusikku yang pada dasarnya sangat menuhankan ketenangan. Bola mataku terus saja menjamah tulisan-tulisan kecil 30 centimeter di depan mataku itu. Dengan khusyuk mataku bergerak lincah mencernah kata demi kata. Novel, ya aku sedang membaca sebuah novel. Salah satu novel Best Seller di negeri ini hasil tangan A. Fuadi. Entahlah tapi karyanya selalu membuat hati terus dipupuk, penuh inspirasi dan motivasi. Seolah aku langsung menjadi tokoh utama yang penuh ketangguhan itu. Sayangnya itu hanyalah sebuah bacaan yang tak ada artinya lagi untukku, selain untuk menghiburku di waktu luang saja. Ya, setidaknya aku masih ada harapan selama aku masih menghirup butiran-butiran nafas yang masih dianugerahkan untukku hari ini, detik ini. Itulah salah satu omong besar novel ini yang masih aku percaya dan terpatri dalam ingatan bawah sadarku.

            Waktu terus berjalan tanpa diminta, suasana menjadi sedikit redup. Awan mulai menggumpal padat putih susu menutupi terik matahari. Angin mulai terasa dingin sejuk. Bau tanah membuat mataku terkantuk keenakan. Dua kali sudah aku menguap, merasa sudah digoda suasana, aku putuskan untuk mengambil kameraku yang sedari tadi mengalung di leher tanpa terhiraukan olehku. Kamera DSLR hitam pekat, dengan lensa normal. Istimewahnya bukan pada kecanggihan benda ini, tapi apa yang bisa dilakukan benda ini untukku. Kamera ini adalah teman satu-satunya bagiku. Sebulan lalu aku dibelikan kamera ini oleh ibuku, walau dengan sedikit memaksa. Keseharianku yang hanya ditemani tumpukan buku-buku English lesson, English grammar, Oxford Dictionary of Current Idiomatic English dan beberapa novel terjemahan maupun novel dalam negeri membuat beliau iba dan akhirnya mempertimbangkan permintaanku.

          Ya keseharianku memang selalu seperti itu. Aku tidak bersekolah layaknya anak lain, harusnya sekarang aku sudah duduk di kelas tiga SMA mempersiapkan untuk menghadapi UNAS. Tapi alam berkata lain. Dua bulan yang lalu, aku menerima surat kesehatan hasil uji lab dari rumah sakit daerah setempat, tulisan yang paling aku ingat hanya namaku sendiri– Lunar Aries, selain itu aku tak mau mengingatnya lagi. Ya singkat cerita, aku terjangkit chronic kidney disease, CKD atau biasa disebut gagal ginjal kronis. Stadium akhir. Seringkali, penyakit ginjal kronis didiagnosis sebagai hasil dari skrining dari orang yang dikenal berada di risiko masalah ginjal, seperti tekanan darah tinggi atau diabetes dan mereka yang memiliki hubungan darah dengan penyakit ginjal kronis. Hipotesisku saat ini, mungkin penyakit ini diturunkan dari ayahku, yang meninggal sewaktu aku masih duduk di bangku playgroup yang disebabkan oleh penyakit yang sama. Yang harus aku lakukan pasca menerima surat kesehatan itu hanyalah istirahat di rumah.Tiga minggu sekali aku harus ke rumah sakit untuk cuci darah. Setelah itu kembali lagi ke rumah dan istirahat. Pengecualian untuk hari ini. Hari ini aku kabur, mungkin lebih tepatnya pergi sebentar untuk jalan-jalan tanpa pamit. Aku rasa tak ada salahnya mencoba menghibur diri di tengah kepenatan.

           
            Dengan gigih aku raih kameraku, berdiri kemudian berjalan berkeliling. Fotografi menjadi hobiku untuk saat ini. Aku mencoba memotret dengan beberapa teknik, seperti close up, eyes level, normal angle dan lain-lain. Semua terasa menyenangkan. Terkadang aku bermimpi untuk ke eropa hanya sekedar memotret beberapa gaya arsitektur bangunan di sana, berfoto dengan buah karya Auguste Rodin pematung terkenal eropa dengan mahakaryanya yang luar biasa populer Le Penseur dan Le Baiser dua patung hasil pahatannya. Atau mungkin sekedar berkunjung ke Liberty atau ke Suriname untuk berfoto dengan penduduk sekitar sembari mencari tau dialek seperti apa yang digunakan di Suriname. Perihal dalam buku pernah menyebutkan penduduk Suriname berbahasa Javanese atau bahasa Jawa. Apakah dialek mereka sama seperti penduduk jawa umumnya dengan aksen jawa timuran yang medok? Lupakan perihal mimpi usang tadi kembali beralih ke kamera ku yang tak terasa memotret hampir 70-an foto sudah. Dari benda mati hingga penggunjung yang iseng-iseng aku potret.

            Clik
         
          Karena keasikan, tak sengaja jariku menekan tombol kamera. Dalam mode auto, secara tidak sengaja kameraku berhasil mengambil gambar seorang gadis berparas cantik berkulit kuning langsat dengan fokus yang sempurna. “Photogenic” batinku. Tanpa sadar aku memotretnya lagi, lagi dan lagi. Mengenakan Modern Colorful Shirt, dengan rambut lurus terurai dengan anting bulu merak menambah estetik hasil potretanku. “Model dadakan” batinku. Keasikan memotret, saat memfokuskan kamera entah sejak kapan bola matanya mengarah ke arahku. Aku langsung menjingkat, menurunkan kameraku, memalingkan mukaku kearah lain, sembari menghilangkan canggung yang tiba-tiba muncul seketika. Merasa malu karena kepergoki memotret tanpa ijin, aku langsung menghindar dari jangkauan penglihatannya, mencari air mineral untuk menghilangkan rasa haus yang tiba-tiba.

            Penasaran, itulah satu-satunya yang aku rasakan sejak bertemu sosok itu. Sosok photogenic yang berparas cantik. Siapa dia? Itulah pertanyaan satu-satunya dari puluhan pertanyaan yang ingin segera terjawab hari ini juga. Termakan hasutan hati, akhirnya aku kembali ketempat tadi, untuk sekedar melihat apakah dia masih ada. Ditemani tiga temannya, dia duduk di meja nomer 03 sembari mengoperasikan sebuah laptop hitam. Tangan kirinya diangkat separuh badan dengan tetap pada posisi sumbu y, bola matanya melirik ke arah jam tangan merah delima yang bertengger di pergelangan tangannya tersebut.
Sesaat setelahnya, ia beranjak dari tempat duduknya diikuti teman-temannya kemudian berlalu entah kemana.

Itu pertemuan pertamaku dengan DIA, sosok berparas cantik yang aku sangat ingin tahu namanya.

To Be Continued

0 komentar:

Posting Komentar